Pengembang Perumahan


Pengembang perumahan adalah salah satu cara cepat membiakkan kekayaan.Dalam 10 tahun terakhir sebagian kalangan menengah kota mengalami peningkatan kekayaan yang signifikan. Indikasinya bisa dilihat dari pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus wajib pajak (WP) besar orang pribadi akhir tahun lalu. Selain untuk mengejar kewajiban pajak para pengusaha yang selama ini membayar pajak jauh di bawah semestinya, KPP khusus itu juga untuk menjaring WP baru yang meningkat kekayaannya.

Kekayaan kalangan menengah itu bisa berbiak cepat antara lain karena mereka bermain di properti atau menjadi pengembang perumahan. Tidak hanya sebagai pembeli tapi juga pengembang perumahan (developer). Baik pengembang perumahan pasif (hanya menyetor modal atau investor) maupun pengembang perumahan aktif (menyetor modal dan terlibat dalam pengembangan). Yang terakhir ini bisa sendiri atau bermitra dengan pengembang perumahan yang sudah berpengalaman.

Bisnis pengembang perumahan (properti) memang menjanjikan keuntungan menggiurkan. “Rata-rata margin bersihnya 20 persen dari harga rumah,” kata Miftah Sunandar, Direktur Utama PT Miftah Putra Mandiri, pengembang perumahan menengah bawah, menengah dan menengah atas di Depok dan Bandung (Jawa Barat) serta Jakarta Selatan. Angka yang mirip disebutkan Ghofar Rozaq Nazila, Direktur Utama PT Relife Realty, pengembang perumahan menengah dan menengah atas di Depok dan Jakarta Timur. Jangan heran kendati relatif baru di bisnis pengembang perumahan, kedua developer muda itu sudah bisa membukukan penjualan hampir Rp100 miliar tahun lalu.

Berani memulai sebagai Pengembang Perumahan

Anda tertarik mengikuti langkah mereka sebagai pengembang perumahan? Punya pengetahuan di bidang konstruksi atau arsitektur sangat membantu. Ghofar yang lulusan arsitektur UI misalnya, memulai langkahnya dengan menawarkan jasa design and build untuk rumah tinggal pribadi sebelum berlanjut menjadi pengembang perumahan. Tapi, syarat itu tidak mutlak. Asal berani memulai, punya komitmen, konsisten, mau belajar, memiliki modal awal dan tidak tamak, semua orang bisa berhasil dalam bisnis sebagai pengembang perumahan.

Lihat saja seorang pengembang perumahan – Miftah. Semula ia pemilik toko bahan bangunan di Depok, Jawa Barat. Dari interaksi dengan pemborong ia belajar seluk beluk sebagai pengembang perumahan, mekanisme pembiayaan dan pasarnya. “Dari situ saya merasa bisa juga jadi pengembang perumahan,” katanya. Lain lagi Ashari, dokter pemilik Klinik Tawakal, Tangerang-Provinsi Banten, yang mengembangkan sejumlah perumahan sederhana di Tangerang, Bogor dan Karawang.

Ia terinspirasi menjadi pengembang perumahan (developer) saat melihat sebuah perumahan tetap laku, kendati lokasinya jauh dari jalan utama; bangunan, infrastruktur, dan penataan lingkungannya tidak bagus. “Padahal, saya punya tanah 10 ha di Rajeg, Tangerang, lokasinya lebih bagus. Kalau saya kembangkan juga, saya yakin akan lebih sukses,“ katanya. Karena sama sekali tak punya pengalaman sebagai pengembang perumahan maka ia mengajak profesional untuk membantu mengembangkan tanah itu.

Pengembang Perumahan Skala mungil

Kecuali Ashari seorang pengembang perumahan yang skala pengembangannya langsung cukup besar (10 ha) karena menerima tanah itu sebagai pelunasan utang, para pengembang perumahan lain memulai dengan pengembangan berskala mungil (di bawah 3000 m2) dengan jumlah rumah kurang dari 10 unit. Meski menggiurkan untungnya mereka sadar properti adalah bisnis padat modal. Jadi, mereka tidak mau serakah.

Sebagai pengembang perumahan dengan berskala mini risiko bisa diminimalisir, proses perolehan tanah dan perizinannya juga tidak ruwet. Di Jakarta misalnya, pengembangan di lahan 5.000 m2 ke bawah tidak perlu izin lokasi atau SIPPT, cukup IMB layaknya rumah pribadi. Karena bersifat pribadi kita juga tak usah mendirikan badan usaha untuk mengembangkannya.

Analisis RAB (rencana anggaran biaya) bangunan dan mencari pemborongnya juga tidak sulit. Saat dijual sertifikat rumah bisa langsung hak milik dan tidak dikenai PPN (untuk rumah di bawah 300 m2). Lokasi tanah pengembang perumahan biasanya juga di dalam kota yang mudah dicapai dari pusat kegiatan dan fasilitas publik kendati di jalan-jalan kecil. Dengan berbagai kelebihan itu pemasaran rumah pun menjadi lebih mudah.

Pada tahap awal modal sebagai pengembang perumahan sepenuhnya dari kantong sendiri, terutama untuk pembebasan dan pematangan tanah, legalitas, perizinan, biaya operasional dan gaji. Sedangkan pembangunan infrastruktur dan rumah bisa dibiayai dari uang muka konsumen, ditambah cicilan berikutnya atau pencairan dana kredit pemilikan rumah (KPR) yang didapat konsumen. Beberapa upaya lain bisa dilakukan untuk menghemat biaya.

Ghofar contohnya, sebagai seorang pengembang perumahan. Karena punya keahlian mendesain ia tidak perlu membayar biaya desain. Ia juga berupaya merundingkan pembayaran tanah secara bertahap, atau mengajak pemilik tanah bermitra mengembangkan tanahnya. Sementara Miftah, karena memiliki toko bahan bangunan, tahu bagaimana mendapatkan suplai bahan bangunan dengan biaya murah.

Pengembang perumahan rumah sederhana dan menengah

Supaya pengembang perumahan cepat laku mereka memasarkan tipe rumah yang sesuai dengan daya beli target pasarnya. Target pasar pun dipilih yang sudah dikenal baik karakteristiknya. Misalnya, Ghofar dan Miftah yang sudah lama tinggal di Depok, paham karakteristik penduduknya: kalangan menengah muslim urban yang bekerja sebagai profesional dan karyawan. Berdasarkan hal itu keduanya menawarkan rumah-rumah kecil dan sedang dengan desain bangunan dan lingkungan sesuai selera kalangan tersebut.

Pemasaran pengembang perumahan juga ditangani sendiri pada mulanya, dengan mendatangi kerabat, relasi, kenalan, bekas dosen selain memasang iklan kecil di surat kabar dan internet. “Waktu resepsi pernikahan adik yang kebetulan bekerja di perusahaan oil and gas, saya membawa brosur,” kata Ghofar memberi contoh. Respon pasar sangat menggembirakan. Sementara Ashari, karena tanahnya cukup luas dan berlokasi di pinggiran, mengembangkannya sebagai rumah sederhana (RS). “Karena pasarnya paling besar dan dapat subsidi dari pemerintah. Jadi, pasti laku. Di mana lagi orang bisa beli RS kalau bukan di luar Jakarta,“ katanya. Ia menjajakan rumahnya secara kolektif kepada para pegawai pabrik dan instansi pemerintah di sekitar lokasi. Bank dengan senang hati mendukung KPR-nya karena biaya handling-nya lebih murah.

Menurut Yudi Soebarjadi, Direktur Utama pengembang perumahan PT Bina Samaktha, developer sejumlah perumahan di Jabodetabek dan sekitarnya, properti adalah bisnis yang tidak  akan merugi selama dikelola dengan benar. “Semua orang butuh rumah. Jadi, mana bisa rugi?” katanya. Supaya cepat laku ia menyarankan developer pemula mengasah sense of marketing dengan antara lain mencoba menempatkan diri sebagai konsumen. Lakukan juga pengamatan dan riset kecil-kecilan untuk memahami tren dan selera pasar.

“Dengan cara itu kita tahu apa yang dimaui pasar dan mampu bersaing. Kita juga bisa menawarkan rumah yang lebih baik dibanding pengembang perumahan sekelas di sekitarnya,” jelasnya. Penting juga bertindak terukur, tidak terburu nafsu ingin cepat besar dan kaya. “Kalau kesusu bisa terjadi cross cash flow (arus kas silang antar-proyek) yang membuat semua proyek mandek,” ujar Ghofar.

Keberhasilan pertama sebagai pengembang perumahan akan menumbuhkan rasa percaya diri dan pengalaman. Dari pengalaman itu kita bisa memperbaiki efisiensi pengembangan berikutnya. Bahkan, pembiayaan bank sudah bisa dijajaki. Proyek selanjutnya sudah harus ditentukan sekian bulan sebelum proyek pertama berakhir. Jadi, sebagian pendapatan dari proyek pertama harus segera dibelikan lokasi baru. Supaya makin sukses jangan segan belajar terus seluk beluk real estate dan manajemennya dari buku, kursus, surat kabar, birokrat, banker dan sesama pengembang perumahan. Semua pengembang perumahan di atas melakukannya.

Melalui Proses sebagai Pengembang Perumahan

Memahami tahapan pengembang perumahan adalah salah satu cara meringankan kesulitan saat memulai jadi pengembang perumahan. Dengan pemahaman itu kita bisa membuat perencanaan dan persiapan. Beberapa tahapan bisa dilakukan simultan. Misalnya, pematangan tanah dapat dikerjakan bersamaan dengan pengurusan izin lokasi, sertifikat induk dan IMB. Tapi, ada juga tahapan yang harus dilalui dulu sebelum masuk ke tahap berikutnya. Misalnya, tidak disarankan memasarkan rumah saat pembebasan tanah masih berlangsung kendati banyak developer melakukannya. Juga, berisiko sudah menjual dan membangun padahal legalitas dan perizinan belum jelas. Berikut tahapan pengembangan sebuah perumahan tersebut (tanpa memperhitungkan proses pendirian badan usaha bila pengembangan dilakukan badan usaha):

  1. Survei lokasi. Cari lokasi dengan akses relatif baik ke pusat kegiatan dan fasilitas publik. Untuk perumahan berskala mungil di dalam kota, lokasi di gang pun tak mengapa selagi masih bisa dilalui mobil. Lokasi pengembangan perumahan yang terlalu jauh dari jalan utama, pusat kegiatan dan fasilitas publik akan membuat perumahan sulit dipasarkan. Pastikan juga harga tanahnya kompetitif, cara pembayaran tidak memberatkan, dan di lokasi ada saluran pembuangan. “Yang terakhir ini wajib. Kalau nggak jelas mau membuang air ke mana, kita tidak ambil tanahnya,” kata Ghofar. Lihat juga pasarnya, apakah kalau di situ dibangun perumahan konsumen yang disasar akan meminatinya? Terakhir, sebaiknya kualitas air tanah di lokasi cukup memadai, paling tidak untuk mandi, cuci, kakus.
  2. Mencek peruntukan tanah lokasi pengembangan perumahan ke dinas tata kota setempat untuk memastikan lokasi memang bisa untuk perumahan. Perjelas juga koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), garis sempadan jalan (GSJ) dan bangunan (GSB)-nya karena akan mempengaruhi harga jual rumah. Misalnya, kalau KDB-nya hanya 20 persen, berarti salable area (yang boleh dijual berupa tanah+bangunan) hanya 20 persen dari total lahan.
  3. Meneliti status dan sertifikat tanah, apakah hak milik, HGB, girik dan lain-lain? Tanah hak milik dan HGB jelas paling aman tapi harganya mahal. Karena itu tanah girik atau belum bersertifikat boleh dibeli karena harganya murah. “Yang penting jelas asal usulnya dan kita mau mengurus legalitasnya. Kita bisa menelusuri sejarahnya ke sekretaris desa, lurah dan camat,” kata Ashari.
  4. Mengajukan izin lokasi pengembangan perumahan ke pemda setempat untuk membebaskan tanah, membangun, mengelola dan mengalihkan kepada pihak lain (untuk pengembangan yang memerlukan izin lokasi). Tanah yang tidak butuh izin lokasi bisa langsung dibeli.
  5. Membebaskan tanah pengembangan perumahan. Pastikan bertransaksi langsung dengan pemilik tanah yang sah dan dilakukan di depan PPAT. Membeli tanah melalui lelang juga bisa jadi alternatif. “Harganya lebih murah dan clear and clean,” ujar Yudi. Hanya tanah ini harus dibayar tunai.
  6. Mengurus sertifikat induk, mematangkan tanah dan memasarkan rumah secara informal. Tanah perlu segera disertifikatkan atas nama kita atau badan usaha yang didirikan yang disebut sertifikat induk. Jasa PPAT kembali bisa digunakan karena mereka biasanya memiliki relasi yang baik dengan kantor pertanahan. Saat sertifikat induk diproses kita sudah bisa melakukan pematangan tanah dan memasarkan rumah secara informal.
  7. Mengajukan permohonan IMB induk disertai site plan (untuk perumahan yang memerlukan izin lokasi atau SIPPT). Sedangkan untuk perumahan berskala mini yang tidak perlu izin lokasi, bisa langsung mengajukan permohonan IMB disertai peta kaveling dan desain rumah. “Perizinan sebaiknya diurus sendiri supaya biaya bisa ditekan. Walaupun nembak kalau diurus sendiri kita bisa tawar-menawar. Kita juga tahu liku-likunya. Pengurusan berikutnya bisa diserahkan sama karyawan,” kata Ashari.
  8. Memasarkan rumah. Kalau site plan disetujui dan IMB induk diterbitkan, pemasaran rumah sudah bisa dimulai secara resmi dengan menarik tanda jadi dan uang muka. Begitu rumah laku kita langsung melakukan proses pemecahan sertifikat induk dan IMB induk (pada perumahan yang memiliki izin lokasi) atas nama pembeli. Sementara pembeli bisa mengajukan permohonan KPR inden ke bank untuk membiayai pembelian rumah. Masa inden (menunggu) sejak rumah dipasarkan hingga serah terima bervariasi tergantung kelas rumah. Untuk RS misalnya, hanya 3 – 4 bulan, sedangkan rumah menengah dan menengah atas antara 6 – 18 bulan.
  9. Melayani komplain selama masa retensi, yaitu masa garansi rumah yang berlangsung antara 3 – 6 bulan setelah serah terima (tergantung kebijakan setiap developer). Jadi, bila terjadi kerusakan seperti bocor, retak-retak dan lain-lain selama masa itu, pastikan Anda memperbaikinya secara profesional. (Pada edisi berikutnya akan diuraikan contoh perhitungan pengembangan sebuah rumah, dan jalan lain menjadi pengembang).
Anda Juga Bisa Jadi Pengembang Perumahan, Menjadi Investor Dulu (2)
Kita bisa menjadi pemodal dulu sebelum terjun langsung menjadi pengembang perumahan.Secara umum salable area setiap hektar (10.000 m2) tanah hanya 60 persen (6.000 m2). Sisanya 4.000 m2 untuk fasilitas umum dan sosial (fasum-fasos) seperti jalan, saluran, jaringan listrik, taman dan lain-lain. Jadi, kalau setiap rumah memiliki kaveling 100 m2, dalam satu hektar kita hanya bisa menjual 60 rumah. Itu pun tidak seluruh kaveling boleh dibangun. Ada ketentuan KDB yang membatasi luas kaveling yang boleh diperkeras. Bila KDB-nya 60 persen, luas rumah maksimal hanya 60 m2 (satu lantai).Karena itu saat menghitung biaya produksi, kita harus membebankan harga tanah keseluruhan terhadap total rumah yang bisa dijual. Kalau harga tanah Rp100 ribu/m2, ditambah biaya pematangan tanah dan pembangunan fasum-fasos, katakanlah menjadi Rp300 ribu/m2, maka investasi satu hektar tanah mencapai Rp3 miliar atau Rp50 juta/unit rumah. Katakanlah biaya perizinan pengembang perumahan dan legalitas Rp3 juta/unit, biaya konstruksi Rp2,5 juta/m2 atau Rp150 juta/unit, cost of fund selama masa konstruksi serta biaya pemasaran, operasional kantor, gaji dan lain-lain Rp6 juta/unit, maka biaya produksi sebuah rumah menjadi Rp210 juta/unit.

Kalau dari setiap rumah Anda menargetkan keuntungan 30 persen, berarti rumah tipe 60/100 itu harus dijual Rp270 juta/unit belum termasuk PPN 10 persen. Apakah rumah menengah seharga itu akan diminati konsumen di lokasi tersebut? Anda perlu mengkajinya secara seksama, termasuk membuat perbandingan dengan harga rumah sekelas yang dikembangkan pesaing di sekitarnya supaya rumah Anda terjual sesuai tenggat waktu yang direncanakan. Di sini juga pentingnya memilih lokasi pengembangan perumahan yang tepat dengan harga tanah yang rasional.

Kiat praktis membuat rumah cepat laku: menjualnya dengan harga yang lebih kompetitif dibanding rumah sekelas yang dikembangkan pengembang perumahan lain / pesaing. Caranya dengan menekan biaya produksi atau mengurangi margin keuntungan. Seorang developer memaparkan biaya pengembangan sebuah rumah di Jabodetabek seperti di bawah ini.

No Kegiatan Biaya (%)
I Pengadaan tanah
Biaya pengadaan tanah bisa lebih besar kalau pematangannya butuh proses cut and fill yang banyak. Misalnya, karena kondisi lahan yang berkontur. Sebaliknya tekanan biaya pengadaan tanah bisa dikurangi kalau tanah tidak memerlukan banyak proses pematangan, biaya perolehannya murah, pola pembayarannya ringan (bisa bertahap), atau pemiliknya bisa diajak bermitra mengembangkannya.
7
II Legalitas dan perizinan Terdiri dari izin lokasi, IMB induk, pemecahan IMB, sertifikat induk, dan pemecahan sertifikat induk (termasuk master plan, site plan dan desain rumah). Biaya paling besar diserap IMB sekitar 60 persen sudah termasuk biaya tidak resmi (pungli). Kendati sulit biaya ini sangat perlu dinegosiasikan mengingat porsinya yang besar terhadap total biaya produksi. Benarlah kata seorang developer , perizinan sebaiknya diurus sendiri supaya bisa tawar-menawar. 29
III Biaya infrastruktur dan fasilitas Biaya paling besar diserap pembangunan jalan dan saluran (sekitar 60 persen), jaringan listrik (sekitar 30 persen), lain-lain 10 persen. Apakah Anda bisa mendapatkan pemborong yang efisien dengan biaya yang kompetitif? 15
IV Konstruksi bangunanTerdiri dari pekerjaan persiapan, pekerjaan galian dan urugan, pekerjaan pasangan, beton, atap dan plafon, kusen dan penggantung, instalasi listrik, pengecatan dan lain-lain. Biaya paling besar dihabiskan pekerjaan pasangan 35 persen, atap dan plafon 22 persen, kusen dan penggantung 14 persen, pengecatan 13 persen, beton 10 persen, lain-lain enam persen. Efisiensi biaya bisa disiasati dengan membuat desain rumah yang simetris dan sederhana, mencari alternatif atau suplai bahan bangunan yang lebih murah namun tetap berkualitas, menegosiasikan pola pembayaran dll. 40
V Cost of fund
Bunga dana konstruksi selama proses pembangunan sampai serah terima.
2
VI Biaya pemasaran, overhead, gaji, dan lain-lain 7
Total 100

Bagian mana dari biaya pengembangan itu yang bisa dihemat tanpa mengurangi kualitas? Yang jelas membuat perencanaan didukung acuan RAB (rencana anggaran biaya) dari pemborong akan sangat membantu upaya melakukan penghematan. Yoenazh K Azhar, Yudiasis Iskandar

Menjadi Investor Dulu Sebelum Jadi Pengembang Perumahan

Kalau belum berani langsung menjadi pengembang perumahan / developer, kita bisa menjadi investor (pemodal) dulu. Jadi, kita bisa belajar seluk beluk pengembangan dan pemasaran sebuah perumahan sebelum memulai usaha sendiri. Banyak developer membuka pintu terhadap investor yang ingin ikutan dalam proyek mereka, seperti Ichsan Thalib (FIM Jasa Ekatama) dan empat developer lain yang menjadi nara sumber tulisan ini.

Bahkan, sejumlah broker dan konsultan arsitek seperti Lisa Kuntjoro (Era Home di Pondok Indah, Jakarta Selatan), Ali Hanafia Lidjaja (Century 21 Pertiwi di Kembangan, Jakarta Barat), dan Leonard Tambunan (konsultan arsitek Mata Air di Menteng, Jakarta Pusat) juga menawarkan kemitraan dalam pengembangan perumahan sebuah proyek. Mereka mengundang keterlibatan investor guna mendapatkan modal dengan biaya murah. Masing-masing punya spesialisasi.

Miftah dan Ghofar lebih banyak sebagai pengembang perumahan menengah dan sedikit menengah atas berskala kecil di Depok dan Jakarta. Ichsan tersohor sebagai pengembang townhouse di Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat. Sementara Yudi dan Ashari mengembangkan rumah sederhana di Jabodetabek, Tasikmalaya dan Karawang. Sedangkan Lisa dan Leonard meremajakan satu kaveling rumah besar di kawasan favorit orang kaya dan ekspatriat di Jakarta seperti Menteng, Kebayoran Baru dan Pondok Indah, menjadi beberapa rumah baru berukuran lebih kecil.

Pengembang Perumahan Adalah Bisnis Kasat Mata

Bentuk keterlibatan investor bisa aktif atau pasif. Kalau pasif Anda hanya menyetor modal dan menjadi salah satu pemegang saham tanpa terlibat dalam proses pengembangan perumahan sehari-hari. Secara periodik atau di akhir masa pengembangan (tergantung kesepakatan), pendapatan dihitung dan dibagi menurut porsi saham masing-masing. Sebaliknya kalau aktif, selain menyetor modal Anda juga dilibatkan dalam proses pengembangan perumahan hingga proyek tuntas. Biasanya pengembang perumahan / developer memberlakukan sistem pasif.

“Supaya tidak bikin pusing karena banyak hal dalam pengembangan perumahan yang sulit dijelaskan. Yang penting laporannya jelas, barang (rumah)-nya ada, dan keuntungan diterima sesuai perjanjian,“ kata Ichsan dalam sebuah perbincangan dengan HousingEstate. Pola kemitraan developer-investor bisa berbentuk kerja sama operasi (KSO) atau pendirian perusahaan baru (lihat boks). Bila setoran salah satu pemodal berupa tanah, tanah ini dikonversi dulu menjadi uang sebelum ditetapkan porsi share-nya.

“Jadi, kalau ada apa-apa, misalnya investor berubah pikiran atau meninggal dunia, jelas perhitungannya,“ ujarnya. Relatif mudah baginya meyakinkan investor karena bisnis properti jelas wujud barangnya. Ibaratnya kalaupun pemasarannya seret, investor tidak akan kehilangan. Hanya lebih lama menerima pengembalian investasi. Apalagi, developer juga ikut menyetor modal, tidak hanya bertindak sebagai pengembang perumahan dan pemasar. Jadi, investor dan developer sama-sama menanggung risiko.

Bahkan, supaya investor makin yakin, sebagian developer seperti Yudi dan Ashari langsung memecah sertifikat sejumlah rumah atas nama investor sesuai nilai modal yang disetor. Nilai rumah mengacu pada harga jual tanah + bangunan jadi. Dengan cara itu kalau terjadi masalah, penyelesaiannya juga mudah. Sebab itu untuk memudahkan perhitungan, sebagian developer mematok minimal penyertaan. Ashari misalnya, menentukan setoran minimal Rp200 juta/investor.

Keuntungan yang dijanjikan pengembang perumahan / developer kepada investor antara 20 – 40 persen, tergantung skala dan prospek proyek. Pengembalian investasi bisa dilakukan bulanan, tiga bulanan, pada akhir periode pengembangan proyek atau menurut rumah yang laku, tergantung kesepakatan. Bahkan, beberapa developer langsung mencatatkan return atas nama investor begitu pembayaran konsumen diterima. “(Untuk setiap rumah yang laku) kita langsung buatkan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)-nya. Kalau nggak laku investor dapat rumah dan tanah,“ ujar Yudi.

Reputasi Pengembang Perumahan

Supaya save dalam berinvestasi ada baiknya Anda mencari tahu dulu reputasi developer dalam pengembangan perumahan. Yaitu dengan melihat langsung proyek-proyek sudah dan sedang dikembangkannya, bertanya kepada pihak bank, kenalan atau kerabat yang pernah membeli rumahnya, mendatangi kantor asosiasi developer seperti REI dan Apersi, dan lain-lain. Dari situ akan diketahui apakah proyeknya pernah bermasalah? Kalau pernah apakah smooth penyelesaiannya?

Bila pengembang perumahan / developer berkenan menerima investasi Anda, tanyakan sejelas-jelasnya bukan hanya potensi keuntungan tapi juga risikonya, konsep dan perhitungan proyek, target pasar, minimal setoran modal yang diharapkan, tahap penyetoran modal, dan jangka waktu pengembalian.

Tegaskan juga sejak awal apakah Anda akan dilibatkan aktif dalam proses pengembangan perumahan atau hanya investor pasif. Kalau aktif apa tanggung jawab dan konsekwensinya, dan kalau pasif apa bentuk pengamanan kerjasama dari kemungkinan dispute? Pada akhirnya faktor trust dan kecocokan chemistry sering lebih menentukan kemitraan developer-investor ketimbang legal standing. “Kalau terlalu legal formal mungkin itu bisa pada perusahaan yang sudah besar seperti perusahaan terbuka,” kata Ghofar.

Bentuk Bagi Hasil Pengembangan Perumahan

Menurut Ghofar pada dasarnya pola kemitraan antara investor dan perusahaan pengembang perumahan (developer) terbagi dalam dua bentuk. Pertama, joint operation (JO) atau KSO. Di sini investor menyetor modal untuk pengembangan perumahan yang dilakukan sebuah perusahaan pengembang. Pada model ini bagi hasil biasanya berbentuk revenue sharing (pembagian pendapatan) sesuai porsi modal masing-masing. Kedua, pembentukan perusahaan baru dengan modal dari developer dan investor. Besar kepemilikan (share) sesuai setoran masing-masing. Dalam model ini return biasanya dibagi dengan pola profit sharing (pembagian laba) berupa deviden sesuai share.

“Berdasarkan pengalaman kami menjalankan kemitraan dengan pola kedua,” katanya. Alasannya, dengan pola profit sharing hubungan hukum antara para pihak lebih jelas, sehingga kalau terjadi dispute di kemudian hari penyelesaiannya juga clear. Soal apakah investor terlibat aktif atau pasif bisa dibicarakan. Ia tidak secara spesifik memberikan contoh perhitungan kedua pola itu. Tapi, dalam tulisan mengenai tema yang sama pada edisi Agustus 2004 kami sudah memaparkan contohnya dalam menjalankan pengembangan perumahan.

Revenue sharing biasanya diterapkan untuk kerja sama jangka pendek, sedangkan profit sharing untuk kerja sama jangka panjang atau proyek yang butuh pengembangan cukup lama (di atas satu tahun), kendati ini juga tidak mutlak. Pola manapun yang dipilih, pertama-tama hitung dulu berapa modal disetor Anda dan perusahaan pengembang perumahan / developer (sebutlah PT A) guna mengetahui share masing-masing.

Misalnya, modal Anda (investor) Rp5 miliar atau berupa tanah lima hektar seharga Rp100 ribu/m2 dan sudah disetor (sudah ada). Sedangkan perusahaan  pengembang perumahan PT A menghitung biaya pengembangan mulai dari master plan, site plan, perizinan, pematangan lahan, pembangunan sampai biaya operasional dan pemasaran mencapai Rp45 miliar, dengan asumsi di atas tanah itu bisa dibangun 250 rumah.

Modal Rp45 miliar itu baru perhitungan di atas kertas (belum disetor). Setoran (pengeluaran) baru dilakukan setelah kerjasama diteken. Itu pun tidak sekaligus tapi bertahap selama periode kerjasama, katakanlah 16 bulan. Karena itu modal PT A harus dihitung mundur berdasarkan nilai saat ini (net present value), katakanlah menjadi Rp35 miliar. Itu berarti rasio share Anda dan perusahaan pengembang perumahan PT A menjadi 1:7.

Revenue sharing
Katakanlah empat bulan pertama penjualan proyek Rp15 miliar, empat bulan II Rp20 miliar, empat bulan III Rp25 miliar, empat bulan IV Rp10 miliar sehingga total menjadi Rp70 miliar. Maka, dengan komposisi share 1:7 bagian pendapatan Anda = 1/8 x Rp70 miliar = Rp8,75 miliar, sedangkan PT A = 7/8 x Rp70 miliar = Rp61,25 miliar. Seluruh pendapatan masuk ke joint account. Dengan demikian Anda membukukan surplus Rp3,75 miliar (Rp8,75 miliar – Rp5 miliar), PT A Rp26,25 miliar (Rp61,25 miliar – Rp35 miliar). Pada akhir kerjasama proyek diaudit. Sisa tanah dan bangunan yang belum dikembangkan (kalau ada) dikembalikan kepada Anda, sedangkan rumah yang belum terjual dibagi menurut share masing-masing. Bisa juga kerja sama diperpanjang sampai seluruh tanah habis di-developed.

Profit sharing
Dalam pola ini yang dibagi adalah laba/rugi. Untuk itu biasanya Anda dan PT A membentuk perusahaan baru (misalnya PT B). Dengan contoh yang sama share Anda pada PT B = 1/8 x 100% = 12,5%, sedangkan saham PT A pada PT B = 7/8 x 100% = 87,5%. Bila tahun pertama PT B meraup laba Rp5 miliar, sebagian disisihkan dulu untuk berbagai keperluan guna memantapkan posisi PT B mengingat kerjasama bersifat jangka panjang. Misalnya 40 persen untuk cadangan, 10 persen untuk bonus karyawan, dan lima persen untuk tantiem direksi. Jadi, laba yang dibagi antara Anda dan PT A menurut porsi share masing-masing hanya 45 persen atau Rp2,25 miliar.

Wassalam,

Fajar Sumber : Millis YBP

Ditulis dalam Artikel. 9 Comments »

9 Tanggapan to “Pengembang Perumahan”

  1. Ghofar “Relife” Nazila,, Developer Pantang Serakah | Want to be developer and blogger Says:

    […] Masalah Konsumen …Cara meMulai Bisnis … on MENGELOLA “BERSAMA…MENJADI PENGEMBANG |… on BAGAIMANA MENYALURKAN “S…MENJADI PENGEMBANG |… on APA […]

  2. Investasi di property | Want to be developer and blogger Says:

    […] Investasi di Property Dengan berinvestasi ke property, Anda mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hasil return investasi yang besar. Jika Anda lihat […]

  3. Modal awal | Want to be developer and blogger Says:

    […] Tulisan Teratas PROPERTY CAP JEMPOLPenyalur Pembantu Rumah TanggaMENDIRIKAN PERUMAHAN UNTUK PENGEMBANG KECILOPERA VAN TANGSEL (OVT)Cara meMulai Bisnis Properti Anda Sendiri Dengan Modal KecilMulailah dari apa yang anda punya !MENGAPA ORANG YAHUDI PINTAR, BAGAIMANA PANDANGAN MEREKA TENTANG ROKOK?BISNIS UNTUK CARI RUGI ? (yuk belajar "goblok" dari Bob Sadino) SIAPA PELAKU PERAMPOKAN BERSENJATA DI CIREBON ?MENJADI PENGEMBANG […]

  4. Aidiaproperti Says:

    mantap , salam kenal dari aceh,,,sedikit promosi ni oom yang mau investasi properti di aceh semisal pembangunan mall, pusat hiburan ( tempat rekreasi keluarga ), perkantoran, pergudangan dan lain-lain silahkan hubungi kami.

  5. JAYAVO Says:

    numpang belajar pak

  6. chandra Says:

    Terima kasih atas ilmunya, saya ingin mencoba.

  7. nuarta Says:

    lebih aman beli tanah di rumah sendiri dari pada beli besi besi yg diolah oleh jepang atau jerman….hikz. salam.

  8. delicious.com Says:

    You really make it seem so easy with your presentation
    however I find this matter to be really one thing which I think I’d by no
    means understand. It kind of feels too complex and extremely vast for
    me. I am looking ahead on your next post, I will attempt to get the dangle of it!


Tinggalkan Balasan ke PropertyCirebon Batalkan balasan